Diantara kejahiliyahan orang-orang qurasiy yang sangat mencolok adalah mereka beribadah dalam keadaan telanjang, seraya bersiul dan bertepuk tangan. Tidak berpakaian sehelaipun. Mereka meyakini, thowaf telanjang adalah sebuah bentuk taqarrub kepada Allah swt dan ibadah yang dicintai oleh Allah swt. Allah memandang hina perbuatan mereka. Dan Allah tidak memberi toleransi atas kerusakan akhlak dan penyimpangan ibadah yang mereka lakukan.
وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
“Sholat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.” (Qs. al-Anfal: 35)
Ibnu Abbas ra pernah bertutur, “Dulu, orang-orang Qurasiy bertawaf mengelilingi Ka’bah dalam keadaan telanjang. Mereka thawaf sambil bersiul dan bertepuk tangan. Mereka mengharamkan pakaian untuk dirinya saat bertawaf. Lalu Allah swt menurunkan ayat,
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. “ (Al-A’raf: 32)
Hukum Bertepuk Tangan dan Musik
Islam datang untuk mengingkari dan menyelisihi cara peribadatan tersebut. Lewat lisan nabiNya, Muhammad saw, Allah swt mengharamkan cara peribadatan jahiliyah ini. Dalam mukjizat yang teragung sepanjang masa, al Qur’an, Allah swt berfirman
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Qs. Lukman: 6)
Al-Hasan al-Bashri rhm berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang bernyanyi.” Ayat ini menjadi dalil haramnya mendengarkan nyanyian dan memainkan musik serta yang semakna dengan keduanya, seperti bertepuk tangan atau bersiul.
Dalam ighotsatul lahfan, Ibnu Qayiim rhm berkata, “Cukup sudah tafsir para sahabat yang menyatakan bahwa al-laghwa (yang diharamkan)dalam alQur’an adalah nyanyian. Ini diriwayatkan secara shohih dari Ibnu Abbas dan Ibnu Abbas ra. Abu Shohba’ rhm berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Mas’ud, ” ومن الناس من يشتري لهو الحديث ” Demi Allah Dzat yang tiada ilah yang berhak diibadahi, itulah ada nyanyian” beliau mengulanginya hingga tiga kali. Walau ada ulama lain yang mengatakan bahwa lahwa hadits adalah dongeng raja ‘ajam atau romawi atau cerita-cerita si Haris di Makkah dimana cerita-cerita yang ia di Makkah untuk menyibukkan manusia sehingga mereka tidak mendengarkan al-Qur’an. Karena semuanya memiliki kesamaan sebab yaitu, menyibukkan manusia dari dzikrullah dan al Qur’an. Tentu nyanyian lebih menyibukkan manusia dari mendengarkan al Qur’an dan dzikrullah.“ (Ighotsatul Lahfan, 1/258-259)
Di tempat lain dalam Igotsatul lahwan, Imam Ibnu Qayyim menjelaskan, nyanyian adalah suara setan, seruling setan, dapat membangkitkan syahwat, menumbuhkan kenifakan dalam hati dan menyuburkan kemaksiatan, serta membuat orang lalai berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an.
Allah swt berfirman,
{وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُم بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِم بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدْهُمْ ۚ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا}
“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka” (Al-Isra’: 64)
Dalam tafsir Jalalain dijesebutkan,” {بِصَوْتِكَ} ’suaramu’ maksudnya adalah dengan seruanmu, nyanyian, music dan setiap da’i yang mengajak manusia bermaksiat.” Ibnu Katsir dan At-Thobari juga menafsirkan demikian.
Al-Qurtubi rhm berkata dalam tafsirnya, “Dalam ayat ini terdapat dalil pengharaman music, nyanyian, permainan yang memalingkan dari dzikrullah…segala sesuatu yang merupakan perbuatan, suara atau yang dianggap baik oleh setan maka wajib dijauhi.”
Imam al-Hakim, seorang ulama hadits, berkata, “Hendaklah para penuntut ilmu menyadari bahwa tafsir para sahabat menurut syaikhain dianggap hadits musnad.”
Dalam ighotsatul lahfan, Ibnu Qayyim rhm menjelaskan ungkapan imam al-Hakim ini, “Walau pernyataan beliau ini masih perlu dikaji lagi, namun perlu ditegaskan bahwa tafsir para sahabat lebih layak untuk diterima daripada tafsir orang-orang sesudah mereka. Karena manusia yang paling paham maksud Allah dalam kitabNya. Al Qur’an di turunkan pada masa mereka, generasi yang dijadikan objek al-Qur’an, mereka meriwayatkan tafsir langsung dari rasulullah saw baik lewat perkataan rasulullah saw atau perbuatan beliau. Mereka adalah orang-orang arab yang terkemuka, maka tidak etis menolak tafsir mereka, beralih ke tafsir selainnya.”
Rasulullah saw bersabda,
“Dua suara yang sangat dilaknat; suara musik (nyanyian) yang dinyanyikan ketika mendapatkan kebahagiaan, dan suara umpatan saat mendapatkan musibah.” (Sanadnya dihasankan oleh al-Albani)
Dalam hadits lain, beliau saw berabda,
“Akan ada beberapa golongan dari umatku yang menghalalkan kemaluan wanita (pelacuran), sutra, khomer, dan music.” (HR. Bukhari)
Yang Dibolehkan
Para ulama membolehkan memukul rebana yang tidak ada gemerincingnya pada walimahan. Atau nyanyian yang bisa membangkitkan semangat pembelaan terhadap Islam, seperti nasyid-nasyid jihad yang menggugah semangat jihad, dengan syarat tidak boleh disertai dengan musik.
Dalam fatawa al-Lajnah ad-Da’imah disebutkan, “Sudah menjadi kebiasaan para sahabat untuk menjadikah Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai penolong mereka dengan cara menghafal, mempelajari serta mengamalkannya. Selain itu mereka juga memiliki nasyid-nasyid dan nyanyian yang mereka lantunkan seperti saat mereka menggali parit Khandaq, membangun masjid-masjid dan saat mereka menuju medan pertempuran (jihad) atau pada kesempatan lain di mana lagu itu dibutuhkan tanpa menjadikannya sebagai syiar atau semboyan, tetapi hanya dijadikan sebagai pendorong dan pengobar semangat juang mereka.
Sedangkan genderang dan alat-alat musik lainnya tidak boleh dipergunakan untuk mengiringi nasyid-nasyid tersebut karena Nabi -Shollallaahu’alaihi wa sallam- dan para sahabatnya tidak melakukan hal itu.”
0 comments:
Post a Comment