Ketahuilah
semoga Allah menuntunmu untuk selalu taat kepada-Nya-, sesunguhnya al-hanifiah
yang merupakan ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah beribadah kepada Allah
secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Allah berfirman :
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyaat : 56)
Jika
kamu telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah
kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidaklah disebut ibadah kecuali bila
disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat kecuali
dengan adanya thaharah. Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah
tersebut, sebagaimana (rusaknya shalat) tatkala hadats menghinggapi thaharah.
Allah berfirman :
”
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang
mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka”. (QS. At-Taubah : 17)
(fire)
Jika
kamu telah mengetahui bahwa tatkala kesyirikan masuk ke dalam sebuah ibadah
maka akan merusak ibadah tersebut, bisa menghapuskan amalan tersebut, sehingga
pelakunya menjadi orang-orang yang kekal di dalam neraka, jika kamu mengetahui
semua itu maka kamu pasti mengetahui bahwa kewajibanmu yang terpenting adalah
mengetahui kesyirikan tersebut. Semoga Allah berkenan untuk membebaskan kamu
kerusakan ini, yaitu kesyirikan kepada Allah yang Allah telah berfirman
tentangnya:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisaa’ :
48) (fire)
Dan
pengetahuan tentang kesyirikan ini bisa kamu dapatkan dengan mengetahui empat
kaidah yang Allah Ta’ala telah nyatakan dalam kitab-Nya :
Kaidah
Pertama
Kamu
harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah
Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi
manfa’at, Yang memberi mudarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah).
Akan tetapi semua keyakinan mereka tersebut tidaklah memasukkan mereka ke dalam
Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
“Katakanlah:
‘Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa
[menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang
mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan
menjawab: ’Allah’. Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]".
(QS. Yunus : 31).
Kaidah
Kedua
Mereka
(musyrikin) berkata: Kami tidak berdo’a kepada mereka (Nabi, orang-orang
shalih, dan selainnya) dan mengharap kepada mereka kecuali agar kami bisa dekat
dengan Allah dan agar mereka bisa memberikan syafa’at kepada kami. Maksud kami
kepada Allah, bukan kepada mereka, namun hal tersebut dilakukan dengan cara
melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka. Dalil tentang pendekatkan
diri adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):”Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang
apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”. (QS. Az-Zumar : 3).
Dalil
tentang syafa’at adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan
mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan
kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata:”Mereka itu
adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.”(QS. Yunus : 18)
Syafa’at
itu ada 2 macam :
1.
Syafa’at manfiyah (yang ditiadakan/ditolak).
2.
Syafa’at mutsbatah (yang ditetapka adanya/diterima).
Syafa’at
manfiyah adalah syafa’at yang diminta dari selain Allah pada hal-hal yang tidak
ada yang bisa memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Hai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebagian dari rezki
yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak
ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada
lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Baqarah : 254)
Syafa’at
mutsbatah adalah syafa’at yang diminta dari Allah. Pemberi syafa’at itu
dimuliakan dengan syafa’at, sedangkan orang yang akan diberikan syafa’at adalah
orang yang diridhai ucapan dan perbuatannya oleh Allah, setelah memperoleh
izin-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Siapakah
yang mampu memberi syafa’at disamping Allah tanpa izin-Nya?.” (QS. Al-Baqarah : 255)
Kaidah
Ketiga
Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada kaum yang mempunyai sembahan
yang berbeda-beda. Diantara mereka ada yang menyembah para malaikat, di antara
mereka ada yang menyembah para nabi orang-orang shaleh, di antara mereka ada
yang menyembah pepohonan dan bebatuan, dan di antara mereka ada yang menyembah
matahari dan bulan.
Akan
tetapi mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau tidak membedakan di antara mereka. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan
perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan dien ini menjadi milik
Allah semuanya.” (QS. Al-Baqarah : 193)
Dalil
adanya penyembahan kepada matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.
Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi
bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. Fushilat : 37)
Dalil
adanya penyembahan kepada para malaikat adalah firman Allah Ta’ala:
“Dan
[ingatlah] hari [yang di waktu itu] Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian
Allah berfirman kepada malaikat:”Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”
Malaikat-malaikat itu menjawab:”Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami,
bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman
kepada jin itu”.Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa [untuk
memberikan] kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang
lain.Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim:”Rasakanlah olehmu azab
neraka yang dahulunya kamu dustakan itu.” (QS. Saba’ : 40-42)
Dalil
adanya penyembahan kepada para Nabi adalah firman Allah Ta’ala :
“Dan
[ingatlah] ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia:”Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Ilah selain
Allah”. ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa
yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah
Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa
yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”
(QS. Al-Maidah : 116)
Dalil
akan adanya penyembahan kepada orang-orang saleh adalah firman Allah Ta’ala :
“Mereka
yang mereka menyembah kepada mereka, sembahan mereka tersebut senantiasa
mencari wasilah kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang paling dekat,
mereka mengharapkan rahmat-Nya, dan khawatir akan siksaan-Nya, sesungguhnya
siksaan Rabbmu adalah suatu hal yang harus ditakuti.” (QS. Al-Isra`: 57)
Dalil
akan adanya penyembahan kepada pepohonan dan bebatuan adalah firman Allah
Ta’ala :
“Bagaimana
pendapat kalian tentang Al-Lata dan Uzza, serta Manat (sebagai sembahan) yang
ketiga.” (QS. An-Najm: 19-20)
Dan
juga hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata :
“Kami
pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju (perang)
Hunain, dan ketika itu kami baru saja lepas dari kesyirikan. Sementara itu,
kaum musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka biasa berdiam di
sisinya dan mereka menggantungkan pedang-pedang mereka di situ. Pohon tersebut
bernama Dzatu Anwath. Lalu kami melalui pohon bidara tersebut dan sebagian kami
mengatakan: “Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang
mereka (musyrikin) miliki ….” sampai akhir hadits.
Kaidah
Keempat
Sesungguhnya
kaum musyrikin di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibandingkan kaum
musyrikin zaman dahulu. Hal itu karena kaum musyrikin dahulu, mereka
mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika mereka ditimpa kesusahan, akan tetapi
mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang. Sedangkan kaum
musyrikin di zaman kita, mereka perbuatan syirik mereka berlangsung
terus-menerus, baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesusahan. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala :
“Maka
apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,
tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah].“ (QS. Al-Ankabut :
65-66)
0 comments:
Post a Comment